"Kami berada dalam kekacauan total, sebuah proses membingungkan yang-meski diharapkan berakhir baik-tak membawa kita kemanapun selain ke tempat kita berada 18 bulan lalu, tetapi dengan kondisi yang lebih buruk,"
Mohamed ElBaradei
(Warga negara Mesir yang pernah mendapat Nobel dan menjadi Kepala Badan Pengawas Nuklir PBB)
Mahkamah Konstitusi Mesir pada hari Kamis lalu (14/6) mengeluarkan dua keputusan yang kontroversial, yaitu membatalkan Undang-Undang tentang pencekalan para pejabat dari rezim Mubarak yang disahkan oleh Parlemen Mesir dan membubarkan Parlemen Mesir yang mengesahkannya.
Penganuliran Undang-Undang Pencekalan itu tidak saja berimplikasi pada menguatnya kembali Rezim Militer, tetapi juga memberikan legitimasi kepada Syafiq yang beberapa waktu lalu sempat akan didiskualifikasi dari ajang pencalonan presiden Mesir. Tidak hanya itu, Mahkamah Konstitusi Mesir juga mengembalikan wewenang militer untuk melakukan penangkapan dan interogasi terhadap warga. Sebuah kemunduran besar.
Sementara itu, menurut MK Mesir anggota parlemen harus berasal dari partai politik, sedangkan pada pemilu parlemen kemarin, sekitar 1/3 dari jumlah anggota parlemen adalah calon independen, maka keanggotaan mereka tidak sah. Dan karena parlemen kehilangan 1/3 anggotanya, maka parlemen dinyatakan dibubarkan. Konsekuensi dari pembuabaran ini tentu saja adalah pemenang pemilu presiden tidak akan bisa dikontrol oleh parlemen, dan dengan demikian, Mesir terancam kembali ke dalam sistem pemerintahan diktator.
Pemungutan suara di 13.000 TPS yang tersebar di 27 Distrik dilaksanakan selama Sabtu dan Minggu, dari jam 8.00 (06:00 GMT) di 20:00 (18:00 GMT). Voting pada hari Sabtu telah diperpanjang sampai 21:00. Sekitar 400.000 tentara dan polisi telah dikerahkan. (BBC/16/6) Tidak ada yang menjamin bahwa pemilu presiden putaran kedua ini bebas dari intimidasi mengingat geliat kekuatan militer yang kembali ingin berkuasa, sebagaimana terlihat bahwa antrean pemilih pada pemilu kali ini tidak sebanyak pada putaran pertama. Hasil akhir pemilu direncanakan akan diumumkan tanggal 21 Juni, tetapi diharapkan dapat dilakukan lebih awal.
Ya, kita hanya bisa berharap, semoga "kegelapan" tidak malah menyelimuti Mesir kembali. Sebab Mesir adalah kancah pertarungan, bukan saja antara islam dan barat, tetapi juga ada nasib keterkaitan dengan saudara-saudara kita di Palestina. Israel yang sempat gigit jari dan bersungut-sungut saat rezim Mubarak tumbang lalu banyak kepentingannya tidak terpenuhi oleh pemerintahan baru Mesir, tentu tidak ingin mengalami kehilangan lebih dalam. Mereka akan berusaha sekuat tenaga agar kekuatan harakah Islam tidak menguasai Mesir.
Saudaraku, mari berdoa untuk Mesir, untuk Palestina, untuk Dunia Islam...