Kita mungkin pernah menghadapi saat-saat paling buruk dalam hidup kita, mungkin waktu itu kita merasa bahwa tidak akan lagi jalan keluar, atau paling tidak kita pernah mengalami momentum dalam hidup kita yang cukup membuat kita berhenti berpikir dan tidak tahu what to do next. Mungkin persoalan itu sangat besar, menyita banyak energi untuk mengatasinya, atau bisa jadi ia merupakan akumulasi dari persoalan-persoalan kecil yang belum terselesaikan dan muncul secara bersamaan.
Dalam keadaan seperti ini orang cenderung sulit untuk berpikir jernih, mereka akan mudah terjebak pada pemikiran-pemikiran instant, bahkan cara-cara penyelesaian masalah seperti bunuh diri sekalipun. Bila hal ini kita kaitkan dengan posisi kita sebagai seorang muslim, tentu kita paham betul bahwa apa yang kita alami adalah sebuah keniscayaan yang harus dijalani, hanya masalahnya adalah seberapa besar masalah itu, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah itu. Sebenarnya persoalan pokok itu bukan pada permasalahannya tapi pada “bagaimana kita menyikapi masalah itu,” kata AA Gym.
Sebagaimana seorang mahasiswa yang mendapatkan pelajaran, orang hidup di dunia pun akan diukur kemampuannya dengan ujian, sejauh mana ia berhasil memahami ilmu yang diajarkan. Seperti itu pulalah manusia selalu diuji dengan berbagai persoalan yang bisa berbentuk apa saja. Hanya orang-orang pilihanlah yang bisa melewati ujian dan berhak melaju ke tingkatan yang lebih tinggi. Peribahasa mengatakan ‘makin tinggi pohon, maka makin kencang angin yang menerpanya”.
Dari hasil ujian itu kita bisa tahu seberapa kualitas pemahaman kita atas ilmu-NYa, juga seberapa dalam kualitas iman kita. Allah berfirman dalam surat Al 'Ankabuut ayat 2-3: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman' sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
Akan selalu ada tuntutan untuk memaksimalkan waktu kita untuk berilmu, ilmu apa saja yang memungkinkan sebagai bekal kita dalam menghadapi ujian-NYa. Tentu setiap hari seiring waktu beranjak, masalah demi masalah akan terus menghiasai kehidupan kita. Bila ilmu kita tidak bertambah, bahkan sudah merasa cukup, ibarat seorang murid SMA yang merasa cukup dengan pelajaran aljabar dan tidak mau belajar aritmatika, maka ketika ia disodori persoalan aritmatika, tentu saja ia tidak dapat mengerjakannya. Atau ibarat antivirus yang akan mudah bobol oleh virus-virus baru bila tidak diupdate terus-menerus. Ilmu kita pun perlu diupdate setiap saat.
Bekal itu adalah iman. Ya, iman. Dengan iman yang kuat, benar dan istiqamah kita akan mampu menghadapi masalah apa pun. Bahkan ketika harus dihadapkan pada maut sekalipun. Bilal bin Rabbah adalah kisah nyata bagaimana kekuatan iman itu mampu menafikan masalah yang mungkin kita anggap sangat besar untuk dirinya, yaitu nyawanya. Bagaimana ia tahan disiksa di bawah terik matahari, ditimpa batu, dicambuk, dan diancam bunuh bila ia tidak melepaskan agamanya dan kembali pada agama nenek moyangnya. Itu semua ternyata bukanlah apa-apa. Justru bencana yang lebih besar baginya bukanlah tersiksa diterik matahari, atau dibunuh sekalipun, tetapi baginya bencana terbesar adalah ketika ia melepaskan agamanya, menanggalkan pakaian iman yang baru saja ia pakai. Begitulah kekuatan iman telah terbukti mampu bertahan di habitat seperti apa pun dan kapan pun.
Iman adalah landasan utama yang harus dimiliki seorang muslim. Tanpa itu ia bukanlah seorang muslim, karena mustahil orang mengaku Islam sementara ia tidak beriman. Iman juga adalah pondasi utama Agama Tauhid ini, yang kita ikrarkan ketika pertama masuk Islam “Aku bersaksi bahwa tiada illah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Di saat-saat seperti itulah kita membutuhkan teman untuk berbagi, untuk menyemangati, agar tetap melaju dijalur yang benar. Kita butuh seseorang untuk berbagi segala keluh kesah, yang mampu memberikan suntikan energi baru dalam menghadapi hidup ini. Itulah gunanya teman, komunitas, jamaah yang saling mengingatkan satu sama lain. Di sana kita akan menemukan kedamaian, keteduhan wajah saudara-saudara kita, taujih dari Ustadz-Ustadz kita yang mengalir menyegarkan kekeringan ruh kita. Tak lupa pula tilawah-tilawah dan shalat lail yang menjanjikan berjuta kenikmatan, maka tunggu apa lagi, kemenangan besar ada di depan kita, tingggal maukah kita merengkuhnya….
Semoga Allah menggolongkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang beriman.
Dalam keadaan seperti ini orang cenderung sulit untuk berpikir jernih, mereka akan mudah terjebak pada pemikiran-pemikiran instant, bahkan cara-cara penyelesaian masalah seperti bunuh diri sekalipun. Bila hal ini kita kaitkan dengan posisi kita sebagai seorang muslim, tentu kita paham betul bahwa apa yang kita alami adalah sebuah keniscayaan yang harus dijalani, hanya masalahnya adalah seberapa besar masalah itu, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah itu. Sebenarnya persoalan pokok itu bukan pada permasalahannya tapi pada “bagaimana kita menyikapi masalah itu,” kata AA Gym.
Sebagaimana seorang mahasiswa yang mendapatkan pelajaran, orang hidup di dunia pun akan diukur kemampuannya dengan ujian, sejauh mana ia berhasil memahami ilmu yang diajarkan. Seperti itu pulalah manusia selalu diuji dengan berbagai persoalan yang bisa berbentuk apa saja. Hanya orang-orang pilihanlah yang bisa melewati ujian dan berhak melaju ke tingkatan yang lebih tinggi. Peribahasa mengatakan ‘makin tinggi pohon, maka makin kencang angin yang menerpanya”.
Dari hasil ujian itu kita bisa tahu seberapa kualitas pemahaman kita atas ilmu-NYa, juga seberapa dalam kualitas iman kita. Allah berfirman dalam surat Al 'Ankabuut ayat 2-3: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman' sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
Akan selalu ada tuntutan untuk memaksimalkan waktu kita untuk berilmu, ilmu apa saja yang memungkinkan sebagai bekal kita dalam menghadapi ujian-NYa. Tentu setiap hari seiring waktu beranjak, masalah demi masalah akan terus menghiasai kehidupan kita. Bila ilmu kita tidak bertambah, bahkan sudah merasa cukup, ibarat seorang murid SMA yang merasa cukup dengan pelajaran aljabar dan tidak mau belajar aritmatika, maka ketika ia disodori persoalan aritmatika, tentu saja ia tidak dapat mengerjakannya. Atau ibarat antivirus yang akan mudah bobol oleh virus-virus baru bila tidak diupdate terus-menerus. Ilmu kita pun perlu diupdate setiap saat.
Bekal itu adalah iman. Ya, iman. Dengan iman yang kuat, benar dan istiqamah kita akan mampu menghadapi masalah apa pun. Bahkan ketika harus dihadapkan pada maut sekalipun. Bilal bin Rabbah adalah kisah nyata bagaimana kekuatan iman itu mampu menafikan masalah yang mungkin kita anggap sangat besar untuk dirinya, yaitu nyawanya. Bagaimana ia tahan disiksa di bawah terik matahari, ditimpa batu, dicambuk, dan diancam bunuh bila ia tidak melepaskan agamanya dan kembali pada agama nenek moyangnya. Itu semua ternyata bukanlah apa-apa. Justru bencana yang lebih besar baginya bukanlah tersiksa diterik matahari, atau dibunuh sekalipun, tetapi baginya bencana terbesar adalah ketika ia melepaskan agamanya, menanggalkan pakaian iman yang baru saja ia pakai. Begitulah kekuatan iman telah terbukti mampu bertahan di habitat seperti apa pun dan kapan pun.
Iman adalah landasan utama yang harus dimiliki seorang muslim. Tanpa itu ia bukanlah seorang muslim, karena mustahil orang mengaku Islam sementara ia tidak beriman. Iman juga adalah pondasi utama Agama Tauhid ini, yang kita ikrarkan ketika pertama masuk Islam “Aku bersaksi bahwa tiada illah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Di saat-saat seperti itulah kita membutuhkan teman untuk berbagi, untuk menyemangati, agar tetap melaju dijalur yang benar. Kita butuh seseorang untuk berbagi segala keluh kesah, yang mampu memberikan suntikan energi baru dalam menghadapi hidup ini. Itulah gunanya teman, komunitas, jamaah yang saling mengingatkan satu sama lain. Di sana kita akan menemukan kedamaian, keteduhan wajah saudara-saudara kita, taujih dari Ustadz-Ustadz kita yang mengalir menyegarkan kekeringan ruh kita. Tak lupa pula tilawah-tilawah dan shalat lail yang menjanjikan berjuta kenikmatan, maka tunggu apa lagi, kemenangan besar ada di depan kita, tingggal maukah kita merengkuhnya….
Semoga Allah menggolongkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang beriman.