Sudah lama, tak kudengar suaramu.
Apa kabarmu, duhai perempuan berhati lembut?
Masih lekat di ingatanku, senyumanmu kala melepas kepergianku. Hadirkan gerimis yang mengharu di langit hatiku.
Kala itu, aku pergi, meninggalkan engkau yang mencoba tampak tabah. Meski kutahu, kalbumu tak kalah haru.
Sekian tahun bersamamu, dapat kupandang lekat wajahmu setiap waktu.
Namun, momen itu kini harus kutunggu berjarak waktu.
Menyisakan sebuah lubang dalam kalbu bernama rindu.
Maka, izinkanku sebut namamu di setiap waktu.
Berharap qabul dari Allah Yang Maha Pemurah limpahkan rahmat kepadamu.
Karena baktiku di saat ini, mungkin baru bisa tertuang lewat doa.
Izinkanku pula, untuk sering pulang menemuimu.
Setidaknya di saat ini, saat aku masih mampu, saat aku masih berdaya menempuh jarak yang memisahkan kau dan aku.
Sekali-kali, itu bukanlah tanda kelemahanku. Hanya sebentuk obat rindu yang kupersembahkan untukmu.
Maka, Ibu, izinkanku menjadi permata hatimu, duhai perempuan yang suaranya selalu kurindu.
B 221211
Apa kabarmu, duhai perempuan berhati lembut?
Masih lekat di ingatanku, senyumanmu kala melepas kepergianku. Hadirkan gerimis yang mengharu di langit hatiku.
Kala itu, aku pergi, meninggalkan engkau yang mencoba tampak tabah. Meski kutahu, kalbumu tak kalah haru.
Sekian tahun bersamamu, dapat kupandang lekat wajahmu setiap waktu.
Namun, momen itu kini harus kutunggu berjarak waktu.
Menyisakan sebuah lubang dalam kalbu bernama rindu.
Maka, izinkanku sebut namamu di setiap waktu.
Berharap qabul dari Allah Yang Maha Pemurah limpahkan rahmat kepadamu.
Karena baktiku di saat ini, mungkin baru bisa tertuang lewat doa.
Izinkanku pula, untuk sering pulang menemuimu.
Setidaknya di saat ini, saat aku masih mampu, saat aku masih berdaya menempuh jarak yang memisahkan kau dan aku.
Sekali-kali, itu bukanlah tanda kelemahanku. Hanya sebentuk obat rindu yang kupersembahkan untukmu.
Maka, Ibu, izinkanku menjadi permata hatimu, duhai perempuan yang suaranya selalu kurindu.
B 221211